Transformasi Revolusi Industri 4.0


                                                                                             Oleh William Eka Chandra XII MIPA 1

Kata "revolusi" berarti perubahan mendadak dan radikal. Revolusi telah terjadi sepanjang sejarah ketika teknologi baru dan cara-cara baru memahami dunia memicu perubahan besar dalam sistem ekonomi dan struktur sosial. Mengingat bahwa sejarah digunakan sebagai kerangka acuan, sedikit perubahan ini bisa terjadi bertahun-tahun kemudian.

Klaus (Shwab, 2016) melalui The Fourth Industrial Revolution menyatakan bahwa dunia telah mengalami empat tahapan revolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. 

Era industri 4.0 telah tiba. Kita sering mendengarnya. Namun hanya ketika pandemik covid-19 hadir, baru kita benar-benar menyadarinya. Bagi para sosiolog, peristiwa luar biasa dapat mempercepat apa yang puluhan tahun baru bisa diterima menjadi sangat singkat. Bagi kita, situasi pandemic covid-19 membuat pengalaman dan penerimaan perubahan pada era industri 4.0  yang mungkin terjadi dalam beberapa tahun telah dipercepat menjadi hitungan minggu.

Revolusi industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik.

Era industri 4.0 menghadirkan banyak inovasi dan dampak ke kehidupan pribadi, industri dan masyarakat. Integrasi vertikal dan horisontal, internet of thing and object, smart sensors, advanced human-machine interfaces, cognitive computing, augmented reality, dan banyak lagi, telah mengubah struktur dan proses bisnis. Industri 4.0 memiliki dampak dahsyat pada manajemen bisnis. Rethinking dan remodeling akan terjadi pada standarisasi, jaringan komunikasi, keamanan, dasar hukum bisnis, model bisnis, desain pekerjaan, struktur kepegawaian, siklus rekayasa produk, dan lain-lain.


Tantangan dan Kesulitan

Revolusi industri 4.0 menghadirkan tantangan dan kesulitan, bagi yang tidak siap. Guncangan akan hadir mempengaruhi struktur teknologi, sosioekonomi, geopolitik, bisnis dan profesi yang sudah ada saat ini. Sebagaimana revolusi industri sebelumnya, era industri 4.0 akan menghilangkan sejumlah profesi dan pekerjaan sebagian pegawai. Kemampuan untuk beradaptasi dan menggali manfaat dari era industri 4.0 mensyaratkan pemahaman pada kelemahan kita. Perusahaan, kementerian dan lembaga harus Bersatu dan berkolaborasi, mengambil berbagai inisiatif strategik untuk menghadapi Industri 4.0.

Kesulitan di atas harus dihadapi dengan merespon perubahan yang diperlukan untuk mengadopsi praktik era industri 4.0. Respon adaptasi yang diperlukan meliputi perubahan standarisasi, proses bisnis, desain pekerjaan, dan pengembangan kompetensi. Dalam konteks organisasi, tantangan perubahan meliputi penetapan spesifikasi produk dan jasa, perubahan model bisnis, penguasaan kapabilitas inti organisasi, sistem keamanan, serta infrastruktur legal bisnis dan kepegawaian. Mereka yang tidak dapat mengejar perubahan akan menghadapi risiko hilangnya ekonomi. Era revolusi industri 4.0 juga menimbulkan tantangan hilangnya kebutuhan pada beberapa jenis keahlian dan pekerjaan.

Dari wawancara para pakar, ditemukan beberapa tantangan yang dihadapi manajemen SDM dalam menghadapi dampak industri 4.0. Dalam bidang desain organisasi, tantangannya adalah bagaimana SDM memahami bahwa keterampilan dan pengetahuan pekerja mungkin menjadi tidak relevan dan ini berarti bahwa desain pekerjaan harus terus beradaptasi sehingga kita mampu mendefinisikan ulang konsep kompetensi pegawai kita dengan cepat.

Dalam bidang perekrutan, tantangannya adalah bagaimana SDM menerapkan lebih banyak alat teknis yang akan digunakan dalam rekrutmen dan seleksi seperti misalnya kecerdasan buatan untuk memilih aplikasi, beberapa juga mengharapkan otomatisasi seleksi penuh.

Dalam bidang manajemen kinerja, tantangannya adalah bagaimana kemampuan HRD menggunakan Big Data untuk menilai kinerja pegawai misalnya dengan data biomedis atau dari mesin yang mereka kontrol. Ini mengharuskan seorang pengelola HRD untuk memiliki pengetahuan analitik dan prediktif kepegawaian.

Selanjutnya, dalam bidang manajemen imbal jasa, tantangannya adalah bagaimana SDM menciptakan lebih banyak fleksibilitas dan individualisasi gaji, tunjangan, dan imbal jasa lainnya melalui misal nya pendekatan kafetaria (cafeteria approach).

Tantangan terbesar ada dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Tantangannya adalah bagaimana pengelola SDM menciptakan pegawai yang kompeten untuk bekerja di masa depan. Ditemukan ketidaksesuaian besar antara sistem pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh organisasi di masa depan. Pendidikan tidak dapat mengikuti perubahan yang cepat dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi universitas dan industri yang membutuhkannya. Temuan ini sejalan dengan laporan World Economis Forum. Bahwa saat ini, setidaknya 65% anak-anak yang bersekolah di sekolah dasar akan bekerja dalam pekerjaan yang belum ada ketika mereka menyelesaikan pendidikan sekolah (WEF Report Future of Jobs, 2016).

Hecklau et al. (2016) melakukan penelitian mengenai kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan oleh industri di era industri 4.0. Penelitian dilakukan di 17 negara maju dan berkembang meliputi Eropa, Kanada, China, dan Afrika. Ditemukan 10 kompetensi yang sangat penting memasuki masa depan. Lima kompetensi terpenting adalah kompetensi komunikasi dan kolaborasi, kemampuan pemrograman, penyelesaian masalah kompleks, pemahaman proses, dan penguasaan ilmu interdisipliner. Lima kompetensi selanjutnya adalah kreativitas, pengambilan keputusan, kesediaan untuk terus belajar, keterampilan keamanan digital, serta kompetensi kepemimpinan. Dari kesepuluh kompetensi ini, sebagian adalah kompetensi lama dengan terjemahan aktivitas perilaku yang lebih kontekstual dan baru, dan beberapa di antaranya adalah kompetensi yang benar-benar baru.


Sifat Industri 4.0

Pada dasarnya industri 4.0 memiliki 3 sifat utama diantaranya:

1. Cepat (speed). Pada saat ini pemenang dalam dunia bisnis bukan lagi ditentukan dari berapa lama usia bisnis tersebut berdiri. Bahkan, bisnis yang masih berusia di bawah 30 tahun menjadi pemenangnya. Hal ini dikarenakan terjadi percepatan.

2. Skala (scale). Digital tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Melalui digital, skala tulisan bukan hanya sebatas media cetak yang jangkauannya terbatas. Namun, sekarang ini skala tulisan menjadi tidak terbatas.

3. Dampak (impact). Sifat digital dari cepat dan skala yang tidak terbatas, demikian juga dengan dampaknya. Digital memiliki daya pengaruh dan dampak yang begitu memukau. Baik itu disebabkan oleh hal yang sifatnya benar, sekedar ilusi bahkan hoax.

Tiga sifat utama digital — cepat, skala, dampak — itu yang menjadi pola pikir digital. Manusia yang tercebur dalam dunia digital tak bisa menghindar dari pola pikir ini. Alhasil agar berkawan akrab dengan digital, pola pikir manusia harus selaras dengan pola pikir digital. Bahwa hidup di jaman digital harus siap untuk bertindak cepat, tindakannya akan memiliki skala yang tak terbatas dan berdampak multi dimensi.


Karakter Gen Z

Mulai tahun 1998 muncul generasi pasca-reformasi yang umum disebut generasi Z. Satu persatu generasi Z mulai memasuki dunia kerja. Menggantikan generasi Orde Lama yang sudah pada pension.

Ada tiga karakter utama dari generasi Z ini. Karakter pertama, berhubungan dengan kepribadiannya. Mereka cerdas karena sejak dalam kandungan sudah terpenuhi unsur-unsur gizinya. Bisa mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan (multi tasking). Karena mereka lahir saat era 4.0 muncul, mereka memiliki sifat serba cepat dan instant.

Karakter kedua, bersinggungan dengan cara berkomunikasi. Generasi Z banyak sekali melakukan proses-proses komunikasi. Perkakas digital (telepon pintar, media sosial) menjadi pilihan utama mereka untuk berkomunikasi. Hal demikian karena mereka merupakan penduduk asli digital

Karakter ketiga, mudah dan sangat cepat beradaptasi dengan teknologi. Bahkan bisa dikatakan saat generasi Z ini lahir, mereka sudah berhubungan dengan beragam aplikasi dan platform internet. Revolusi telepon pintar, media sosial dan aneka aplikasi menemani kelahiran mereka.


Sumber:

Prasetyo, Banu & Trisyanti, Umi. “Revolusi Industri 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial.” Jurnal, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2018.

Pella, Darmin Ahmad dkk. (2021). HCM 4.0 Peta Jalan Upgrade Sistem Manajemen SDM Masa Depan. Yogyakarta: Penerbit Kagama Human Capital.

Shwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Business.



Komentar

Postingan Populer